Thursday 7 March 2013

Momen-Momen yang Terlewatkan


4 Desember 2012

“Ma, minta susu….” Ismail merajuk minta susu.
“Di gelas atau di botol?” tanyaku, sambil mengayun baby Salim yang baru tertidur setelah perjuangan panjang menidurkannya selama tiga jam.
“Di botol….”
“Di gelas aja  yah…?” aku menawar. Bukan saja untuk membiasakan minum pakai gelas, tapi juga karena malas harus mencuci botol susunya dulu.
“Di botooool….” Ismail bersikeras.


Lalu, Sidiq datang dan ikut masuk ke pembicaraan. “Di gelas, yang bener tuh di gelas….” Dia masuk ke dalam kamar dan mengambil susu cair, menunjukkan gambarnya ke Ismail, “lihat nih, di gelas… di gambarnya juga minumnya pake gelas….”

“Di botol! Kakak maunya di botol!” Ismail mulai berteriak.
“Di gelas aja yah… yah, Mah… di gelas, kan?” Sidiq memandangku, lalu memberikan kardus susu cair. Aku pun menunjukkan gambar kardus itu kepada Ismail. Alih-alih mengerti, anak sulungku yang sebentar lagi berusia lima tahun itu malah menangis keras. Yah, terpaksa deh kukasih juga susunya memakai botol. Bukan botol bayi, lho… Ismail sudah disapih dari botol bayi sejak umur 2 tahun, lalu dilanjutkan dengan gelas bayi. Ya, lebih tepatnya lagi, gelas bayi, gelas yang ada tutupnya. Tutupnya berlubang, sebagai tempat isapan. Aku mau menyapihnya dari gelas bayi ke gelas dewasa.

Oke, deh, bukan itu sebenarnya yang mau kubicarakan. Saat Sidiq menunjukkan kardus susu cair kepada Ismail, mengambil alih tugas mamanya dalam meyakinkan kakaknya agar mau minum susu pakai gelas, membuatku tertawa. Kucium Sidiq berkali-kali, merasa takjub dengan perbuatannya yang “dewasa.” Padahal, Sidiq itu adik Ismail, usianya terpaut setahun. Dan banyak lagi tingkah polah anak-anak yang memberikan warna pada hidupku. Susah, senang, sedih, marah, bahagia, setiap hari kurasakan semuanya saat berinteraksi dengan anak-anak. Waktuku, 24 jam, bersama anak-anak. Paling-paling hanya berpisah dua jam, saat Ismail dan Sidiq masuk sekolah di PAUD.

Sejak beberapa waktu sebelumnya, aku melihat-lihat kembali foto-foto mereka sewaktu kecil. Suamiku memutar video-video mereka. Ironisnya, mengapa ada yang kulupakan? Aku lupa kapan video itu dibuat. Bukankah aku selalu membersamai mereka? Lalu, aku mulai terpikir menyimpan foto-foto mereka dalam album khusus. Kelak, ketika mereka dewasa, akan kubuka kembali foto-foto itu guna mengingatkanku akan momen-momen bersama mereka. Mereka juga bisa melihat masa kecilnya di dalam dokumentasi foto-foto dan video. Tapi, berapa ya modalnya untuk mencetak foto-foto itu? Banyak juga foto yang hilang karena notebookku dan laptop suamiku rusak. Banyak foto-foto berkesan yang tersimpan di sana. Sayang, semuanya belum sempat dipindahkan ke flashdisc.

Lalu, aku terpikir lagi membuat blog khusus anak-anakku. Akan kuceritakan semua tentang mereka, meski telah banyak yang terlewat. Lima tahun… ah, apa saja yang kukerjakan selama ini sampai tidak sempat merekam momen-momen bersama mereka, bahkan sekadar ke dalam tulisan? Aku ingat banyak ibu blogger yang menuliskan momen-momen bersama anak-anaknya di dalam blog. Sedangkan, aku?

Ada memang tulisan-tulisanku tentang anak-anak, tetapi semua kutujukan untuk lomba blog. Kalau saja tidak ada lomba blog yang bertema anak-anak (seperti lomba blog tentang susu), mungkin aku tidak akan pernah menuliskan tentang perkembangan anak-anakku. Semua kulewatkan begitu saja. Aku lebih terobsesi menulis novel, teori-teori menulis, pengalaman menjadi penulis, dan belakangan ini mengikuti lomba-lomba blog.

Aku pernah sinis terhadap seorang teman yang rajin sekali memposting foto anaknya di facebook. Narsis amat ya… pamer anak mulu ya… dan sebagainya deh, kata hatiku yang dengki. Tapi, setelah kupikir-pikir, lho itu kan salah satu usaha mengabadikan momen bersama anak-anak. Sekarang aku berpikir bahwa dia ibu yang hebat karena jeli mengabadikan fase-fase kehidupan anak-anaknya. Saat anaknya mulai membuka mata, tertawa, menangis, tumbuh gigi pertama, MPASI pertama, langkah pertama, dan lain-lain. Dan aku telah melewatkan semua momen itu, meskipun aku melihat semuanya, tapi sedikit yang terdokumentasikan (hilang, pula!). 

Banyak kejadian-kejadian lucu yang berasal dari tingkah anak-anak, yang kubiarkan lenyap perlahan dari memoriku karena tak kuabadikan ke dalam tulisan. Maka, sebelum semuanya menghilang, kucoba merangkai kalimat demi kalimat mengenai celetukan-celetukan mereka yang ajaib, membuat berpikir, dan mengundang tawa.

Aku        : “Dede… awas, jangan naik-naik ke atas nanti jatuh!”
Dede     : “Jatuh aja, aaah….”
Aku        : “Dede, ayo makan yang banyak ya supaya sehat dan gak sakit….”
Dede     : “Sakit aja, aaah….”
Aku        : “Dede, gosok gigi dulu ya.. biar gak sakit gigi dan gak ompong….”
Dede     : “Ompong aja, aaah…”

Duh, puyeng deh kalau anak-anak sudah menjawab begitu. Ditakut-takuti malah nantangi. Rasanya dulu aku tidak pernah menjawab begitu saat dinasihati orang tuaku. Masih balita saja sudah bisa menjawab seperti itu, bagaimana nanti kalau sudah jadi ABG?

Dede     : “Mah, pantat Dede gatal nih kena nyamuk….”
Aku        : “Kok bisa ya nyamuk bikin gatal? Ayo, kenapa?”
Kakak dan Dede terdiam, agaknya memikirkan jawabannya.
Aku        : “Nih, Mama jelasin ya… Jadi, nyamuk itu suka makan darah. Nyamuk gigit kulit kita, trus ngisep darah. Di mulut nyamuk ada racun, racunnya itu yang bikin gatal. Kalau digaruk jadi bentol dan merah….”
Kakak dan  Dede serius mendengarkan. Kuulang cerita itu sampai tiga kali untuk memahamkan mereka. Lalu, aku bertanya,
Aku        : “Jadi, nyamuk itu makannya apa?”
Dede     : “Makan pantat!”

Bwahahahaha… aku tertawa terbahak-bahak, sementara si Dede hanya melihatku sambil tetap menggaruk pantatnya yang gatal. Agaknya, dia terlalu fokus pada kegatalannya, jadi tidak benar-benar mendengarkanku.

Anak-anak benar-benar peniru ulung dan membuatku harus berpikir berkali-kali sebelum melakukan sesuatu kepada mereka. Gara-gara aku sering pura-pura “menjewer” mereka kalau nakal, mereka juga melakukan hal yang sama kepadaku, ya kalau aku berbuat “nakal.”

Kakak    : “Ma, susu….”
Aku        : “Enggak ah, Kakak baru tadi minum susu, masa minta susu lagi?”
Kakak    : (mulai merajuk, agak menangis….) “Mama nakal!”
Aku        : “Mama gak nakal…. Nanti aja minum susunya kalau sudah agak lamaan….”
Kakak    : “Mama nakal… Dede, jewerin Mama….”
Dede     : (menghampiriku dan tak kusangka dia menjewerku!) “Udah, Kak… Dede udah jewer Mama…”
Aku        : (tepok jidat)

Wah, banyak sekali kelakuan anak-anakku, dan rasanya catatan ini sudah kepanjangan. Harus dibuat catatan yang baru. Daan… 

Inilah dia blog khusus untuk mengabadikan momen-momen bersama anak-anakku. Meskipun banyak yang terewat, kuharap belum terlambat. 

No comments:

Post a Comment

Terima kasih atas komentarnya. Mohon maaf, komentar SPAM dan mengandung link hidup, akan segera dihapus ^_^