Sunday 25 May 2014

Cara Saya Mengajarkan Seks Edukasi kepada Anak

Setelah kasus murid TK JIS yang mendapatkan pelecehan seksual, para orang tua berbondong-bondong memberikan edukasi seks kepada anak-anaknya. Padahal, kasus pelecehan seksual sudah terjadi sejak saya masih kanak-kanak. Sampai hari ini, masih banyak orang tua yang merasa tabu membicarakan soal seks kepada anak-anaknya, apalagi anak usia balita. Duh, gimana ngajarin anak-anak soal seks, wong mereka aja belom tau apa itu seks? Nah, ini contoh ketika si bibi yang kerja di rumah saya, ikut-ikutan memberikan edukasi seks ke anaknya yang berusia 8 tahun (laki-laki).


“Inget ya, kalau ada laki-laki yang suka sama kamu, kamu jangan mau. Kamu gak boleh membuka bajumu di depan siapa pun. Cuma Emak yang boleh meluk dan nyium kamu.”

Eh, si bocah malah ketawa. “Mana ada sih Mak, laki-laki suka sama laki-laki?”

Nah, lho! Anak kecil aja tau kalo manusia itu pantesnya suka sama lawan jenis, bukan sesama jenis. Jadi, gimana dong caranya ngasih edukasi seks ke anak, wong anaknya aja belom ngerti? Justru karena belum ngerti itulah, makanya harus kita kasih tahu. Kalau dulu kita khawatir punya anak perempuan, takut diperkosa. Lah, sekarang anak laki-laki juga bisa diperkosa. Naudzubillahimindzalik!

Kasus sodomi bukan baru sekarang aja terjadi. Zaman saya masih SMA, ada Robot Gedek yang menyodomi dan membunuh anak-anak yang disodominya. Lebih sadis! Robot Gedek adalah korban dari Babe, yang juga ditangkap karena menyodomi anak-anak. Apakah itu berarti anak yang pernah disodomi kelak akan menjadi pelaku sodomi juga? Ya Allah, lindungi anak-anak kami…..

Sebagai orang tua dari tiga anak balita yang notabene bakal menjadi sasaran pedofil kalau gak dijaga baik-baik, saya dan suami pun makin memperketat penjagaan dan edukasi. Ada yang bilang supaya anak-anak segera menghindar kalau ada orang dewasa yang berniat memperkosa. Lah, itu kan anak-anak. Sesama orang dewasa aja kadang sulit menghindar dari orang yang berniat memperkosanya, apalagi anak-anak? Jadi, gimana dong? Duh, sereeem….

Insya Allah, inilah cara saya memberikan edukasi seks kepada anak-anak, sesuai usianya:
  • Tidak melakukan hubungan suami istri di depan anak-anak, walaupun mereka masih bayi. Kelihatannya kan bayi yang sedang tidur itu tidak bisa merasa dan mengerti, padahal mereka bisa merekam adegan orang tuanya yang sedang mesra itu lho. Jadi, meskipun mereka masih bayi, cari tempat aman yang jauh dari pandangan mereka. Emang sih, mereka lagi tidur, tapi kan sewaktu-waktu matanya bisa terbuka karena satu dan lain hal. Misalnya, digigit nyamuk atau keberisikan.
  • Mengajari anak-anak untuk berpakaian lengkap setiap ke luar rumah. Namanya anak-anak kan masih belum punya malu. Kadang mereka habis pipis, udah ngacir ke luar rumah tanpa celana. Kalau orang tua mengajari menutup aurat sejak dini, insya Allah mereka mengerti dan akan malu sendiri. Anak-anak saya gak mau ke luar rumah dengan hanya pakai singlet dan celana kolor. Harus busana lengkap. Mereka sudah merasa malu keluar rumah gak pake baju (walaupun baju dalam).
  • Mengenalkan jenis kelamin anak, misalnya: kamu laki-laki, dia perempuan (menunjuk anak lain yang perempuan). Laki-laki dan perempuan gak boleh sentuhan ya.
  • Melarang pipis sembarangan. Ketiga anak saya kan laki-laki semua. Konon, anak laki-laki bisa bebas pipis di mana aja, di balik pohon juga bisa. Alhamdulillah, saya membiasakan anak-anak untuk pipis di tempatnya yang benar, alias toilet, sehingga mereka malu kalau terpaksa harus pipis di balik pohon gara-gara gak nemu toilet (misalnya lagi di jalan).
  • Mengenalkan area dilarang sentuh oleh orang lain. Yang ini baru saya ajarkan belakangan ini, karena kasus pelecehan murid TK JIS itu. Anak-anak masih senyum-senyum mendengarkannya (mungkin belum mengerti), tapi saya terangkan terus. Maklum, usia mereka baru 6,5 dan 5,5 tahun.

Itu seks edukasinya. Sebagai tambahan, saya juga melakukan beberapa hal berikut:
  • Mengawasi anak-anak ketika bermain. Bagi saya, mereka masih anak-anak. Banyak anak tetangga yang main sendirian di luar rumah, padahal usianya baru 2-4 tahun. Sampai sekarang, saya selalu bersama anak-anak kalau mereka main di luar rumah. Mereka kan belum bisa melawan orang jahat, masa saya tinggalin? Memang saya cenderung posesif, tapi kapan lagi sih saya menjaga anak-anak ekstra ketat? Kalau udah dewasa, mereka bisa menjaga diri sendiri.
  • Mencari pendamping yang tepat dan aman jika saya tak bisa menemani, misalnya tukang ojek yang mengantar jemput si sulung adalah seorang ibu yang juga punya tiga anak. Insya Allah, lebih aman karena dia memperlakukan anak saya seperti anak sendiri.
  • Mencari sekolah yang aman, pastikan guru-gurunya itu aman buat anak-anak.
  • Sering mengajak ngobrol anak-anak, terutama pengalaman mereka di sekolah. Kalau ada perubahan sikap, misal menangis, marah-marah, gak mau sekolah, langsung ditanya ada apa.
  • Selalu mendoakan anak agar diberikan perlindungan Allah Swt.


























3 comments:

  1. saya juga gak pernah membiarkan anak2 main sendiri, selalu saya dampingi

    ReplyDelete
  2. aku terlalu protek mungkin ya mbak, anak-anak gak pernah bermain sendrii keluar rumah. untungnya pagar dirumah berat jadi gak gampang keluar masuk

    ReplyDelete
  3. memang harus dijaga, bun. terutama liat juga siapa temen2nya yang sering main. kadang kalo ada anak yang lebih besar, harus waspada juga. anaknya biasanya beda pemikiran

    ReplyDelete

Terima kasih atas komentarnya. Mohon maaf, komentar SPAM dan mengandung link hidup, akan segera dihapus ^_^