Judul artikel ini adalah pertanyaan yang banyak menggelayuti benak ibu-ibu zaman now. Bagaimana tidak? Ibu-ibu generasi digital ini menerima informasi yang begitu derasnya dari aktivis yang pro maupun yang kontra dengan imunisasi. Untungnya dulu ketika baru melahirkan anak pertama, saya belum punya facebook. Saya baru punya facebook setelah melahirkan anak kedua.
Eit, itu bukan berarti saya bebas dari kampanye aktivis anti imunisasi atau disebut antivaks. Sahabat saya menjadi satu-satunya teman bicara karena kami pakai kartu provider yang sama dan ada tarif murah Rp 1000 per jam pada masa itu. Kami pun sering curhat-curhatan. Rupanya sahabat saya ini aktivis antivaks. Saya ingat betul obrolan kami, yang kemudian memutus kebiasaan telepon-teleponan itu.
"La, anak kamu diimunisasi nggak?" dia bertanya.
"Iyalah. Masa enggak?"
Di sini, saya balik bertanya karena saya heran, memang ada anak yang tidak diimunisasi? Bukankah itu program wajib dari pemerintah? Jelas dong anak saya harus diimunisasi agar terhindar dari penyakit berbahaya yang bisa dicegah dengan imunisasi. Akan tetapi, sahabat saya melanjutkan orasinya yang membuat saya syok.
"Imunisasi itu konspirasi Yahudi, lho. Gunanya untuk melemahkan umat Islam...." sahabat saya mengutip isi buku seorang antivaks yang belakangan saya kenal setelah memiliki facebook.
Saya hanya bengong dan bingung. Eh, dari mana tiba-tiba imunisasi jadi program konspirasi Yahudi untuk melemahkan umat Islam? Ya lalu sahabat saya memberikan referensi tentang buku itu.
"Aku dan kakak-kakakku juga nggak diimunisasi tapi masih sehat sampai hari ini. Justru banyak penyakit orang zaman sekarang tuh akibat waktu kecilnya mereka diimunisasi," begitu kata sahabat saya.
Meskipun dia bicara panjang lebar, tetap saya tak bisa menerima. Secara logika saja, imunisasi ini program pemerintah. Masa pemerintah mau "membunuh" semua rakyatnya.
"Pemerintah kita itu zalim. Memang pemerintah mau membunuh umat Islam kok," dia bersikeras. Saat itu kami berbincang pada masa pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono, sekarang sudah masa Jokowi. Semuanya mendukung imunisasi meskipun berseberangan. Mereka juga beragama Islam. Jadi?
Saya menutup telepon saking gemas. Malamnya, saya bertanya kepada suami yang lebih banyak memiliki akses informasi. Oh ya saya lupa memberitahu bahwa pada waktu itu posisi saya adalah ibu rumah tangga di daerah terpencil yang hanya punya sedikit tetangga dan belum ada akses internet.
Untuk informasi kesehatan, sumber referensi saya hanya dokter dan bidan yang kami datangi hampir setiap bulan untuk imunisasi dan memantau tumbuh kembang anak, serta ibu mertua. Ya sedikit-sedikit ada informasi dari tetangga juga deh. Begitulah akhirnya saya hanya bercerita kepada suami. Respon suami saya?
"Apa sih, ngaco. Dikit-dikit Yahudi. Jangan lupa jadwal imunisasi Ismail."
Ya, responnya singkat saja. Alhamdulillah suami saya juga pro imunisasi.
Selain sahabat saya yang aktivaks itu, saya juga kadang-kadang berbincang dengan seorang tetangga yang awalnya saya kira kami bisa jadi teman yang cocok karena sama-sama baru punya bayi dan usia kami juga sepantaran.
Nah, rupanya tetangga saya ini pemikirannya sama dengan sahabat saya. Kami berteman dari awal hamil anak pertama, karena masa hamilnya juga berdekatan. Dari awal itu sebenarnya saya sudah merasa aneh sih.
Pertama, dia tidak memeriksakan kandungannya ke dokter karena tidak percaya dengan dokter. Dokter umum itu ilmunya dari orang kafir. Jadi dia tidak tahu kalau sedang hamil anak kembar karena tidak USG dan juga mengatakan bahwa USG itu mendahului takdir Allah.
Kedua, dia tidak percaya dengan obat-obat dokter karena mengandung bahan kimia yang beracun. Yah okelah, sampai di situ saya masih berteman dan main ke rumahnya. Kemudian dia melahirkan di rumah dengan dibantu suaminya, eh ternyata bayinya tidak mau keluar malah nyaris tewas kalau tidak dibawa ke rumah sakit.
Akhirnyaaa dia melahirkan dibantu dengan dokter juga. Dia cerita tentang dokter yang memarahinya karena bersikeras melahirkan anak kembar tanpa bantuan dokter. Anak-anak itu plus ibunya nyaris mati. Walaupun begitu, dia tetap tidak percaya dokter. Meski uang tabungannya ratusan juta sudah habis untuk pemulihan si kembar di dalam inkubator karena lahir prematur dan berat badan rendah.
Kalau saya ambil kesimpulan sih begini, jika kondisi kehamilan dipantau di dokter setiap bulan, mungkin kondisi prematur dan BB bayi rendah itu bisa diantisipasi. Ya tapi kan dia lebih percaya herbalis.
Setelah anak kami lahir dan perlahan membesar, makin banyak keanehan dan kampanyenya karena dia juga antivaksin seperti sahabat saya. Mereka adalah orang-orang yang taat beragama. Rajin beribadah, rajin mengaji, dan berpakaian tertutup. Justru di situlah celah masuk aktivis anti vaksin. Dengan mengangkat sentimen kepada Yahudi sebagai kaum terlaknat, mereka menganggap semua ilmu dari Barat itu sesat dan hanya untuk membunuh umat Islam, termasuk imunisasi.
Nah, jadi kan si kembar itu sakit batuk terus. Ibunya sendiri bilang kalau batuknya sudah sebulan tidak sembuh-sembuh. Saya yang tadinya rajin main ke rumahnya, akhirnya jadi dilarang oleh suami karena khawatir bayi kami ketularan. Setiap saya main, anak-anaknya itu pasti sedang sakit. Kok sakit terus ya? Mana batuknya itu bikin miris mendengarnya.
"Sudah dibawa ke dokter?" tanya saya.
"Sudah, katanya batuk rejan. Dikasih antibiotik tapi nggak kami minumin. Sekarang kami nggak ke dokter lagi. Minum madu dan obat herbal aja. Kalau ke dokter, nanti harus imunisasi. Anak-anak saya nggak diimunisasi. Itu dari Yahudi."
Eeeh masya Allaaah.... ternyataaa....
Ok, saya putuskan sejak itu tidak lagi menyambangi rumahnya. Batuk rejan. Ibu-ibu sudah tahu kan itu jenis batuk apa? Saya yang melihat si kembar batuk terus bahkan sudah lebih dari sebulan saja merasa kasihan, tapi ibunya santai saja. Entah santai, entah pasrah karena menurut mereka, semuanya sudah takdir Allah. Kalau anak sakit ya takdir.
Sumber foto: http://sehatnegeriku.kemkes.go.id/baca/rilis-media/20170429/3620688/wajib-imunisasi-pelanggar-kena-sanksi/ |
Saya pun mencaritahu perihal batuk rejan yang ternyata bisa dicegah dengan imunisasi Pertusis yang biasanya diberikan bersama dengan imunisasi Difteri, Tetanus, dan Polio, disebut juga imunisasi DPT. Jadwal imunisasi yaitu saat bayi berusia 2 bulan atau 4 bulan atau 6 bulan atau 1,5 bulan sampai 2 tahun, atau 5 tahun.
Bayi saya sudah diimunisasi DPT sesuai jadwalnya yaitu di usia 4 bulan, karena di usia 2 bulan diimunisasi BCG. Imunisasi DPT termasuk imunisasi dasar yang sebaiknya diberikan sesegera mungkin sebelum bayi berusia setahun karena kekebalan tubuhnya masih rendah. Sehingga, imunisasi akan meningkatkan kekebalan tubuh bayi dari penyakit berbahaya yang dicegah oleh vaksin tersebut.
Batuk rejan atau Pertusis sangatlah berbahaya. Disebabkan oleh infeksi bakteri Bordetella Pertusis pada paru-paru dan pernapasan yang mudah menular. Disebut juga batuk 100 hari karena memang bisa menyerang hingga 100 hari. Tak heran batuknya tak sembuh hingga 3 bulan. Batuk rejan juga bisa membuat bayi kekurangan oksigen, muntah, dehidrasi, kejang-kejang, bahkan gagal ginjal.
Jika batuk rejan itu mengenai bayi di usia kurang dari 6 bulan, maka dapat menyebabkan kematian. Itu mengapa sebaiknya pada usia 2 bulan atau 4 bulan, bayi sudah mendapatkan imunisasi DPT. Kalau bayinya sehat-sehat saja tanpa imunisasi? Ya itu karena tidak ada penularnya atau tidak ada orang yang sakit Pertusis di sekitarnya. Yang bahaya itu kalau di lingkungan kita ada penderita Pertusis, maka anak kita yang belum diimunisasi DPT dapat tertular.
Alhamdulillah, karena anak saya sudah diimunisasi, jadi sewaktu saya main ke rumah tetangga itu, anak saya tidak tertular meskipun anak-anaknya sedang batuk rejan. Tapi, sejak itu saya dilarang oleh suami untuk ke rumah tetangga itu lagi karena khawatir anak kami tertular penyakit anak-anaknya biarpun sudah diimunisasi. Iya, sejak itu, saya memang jadi jarang ke rumahnya lagi.
Itu mengapa sampai hari ini saya adalah pro imunisasi garis keras. Imunisasi bagi saya adalah bagian dari ikhtiar untuk menjaga dan mensyukuri nikmat Allah akan kesehatan. Imunisasi bukanlah untuk mendahului takdir Allah. Sehat atau sakit itu memang takdir, tapi kita harus berikhtiar agar senantiasa sehat.
Antivaks selalu bilang, IMUN is ASI. Maksudnya, ASI saja cukup karena ASI memberikan kekebalan kepada anak. Padahal, imun itu berasal dari 3 hal, sebagaimana lagu yang pasti kita ingat:
Aku Anak Sehat
Tubuhku Kuat
Karena Ibuku Rajin dan Cermat
Sewaktu Aku Bayi
Selalu Diberi ASI
Makanan Bergizi
dan Imunisasi.
Jangan salah, anak-anak saya juga diberi ASI malah sampai 2 tahun lebih karena susah disapih. Tapi, saya juga berikan makanan bergizi dan imunisasi. Ya masa ASI tok? Saya bersyukur sampai hari ini anak-anak saya jarang sakit. Kalaupun sakit, hanya yang ringan seperti flu. Anak-anak saya juga mengikuti imunisasi MR yang sedang digalakkan oleh pemerintah.
Sebelum imunisasi, pastikan kondisi tubuh anak tidak panas, demam, dan sehat. Setelah diimunisasi, tidak ada KIPI. Mereka bisa langsung bermain seperti biasanya. Jadi, sudah tahu kan Bu, mengapa anak saya harus diimunisasi? Karena Indonesia Sehat dengan Perlindungan Imunisasi.
UU Kesehatan No. 36 tahun 2009 menyebutkan bahwa pemerintah wajib memberikan imunisasi lengkap kepada setiap anak dan bayi di Indonesia. Sebab, dalam situs sehatnegeriku disebutkan bahwa imunisasi adalah tindakan preventif terhadap penyakit berbahaya yang paling sukses dan dan hemat biaya. Ada sekitar 2-3 juta kematian yang dapat dicegah dengan imunisasi.
Ada 9 penyakit berbahaya yang dapat dicegah oleh imunisasi dasar lengkap yang diwajibkan oleh pemerintah:
Bayi saya sudah diimunisasi DPT sesuai jadwalnya yaitu di usia 4 bulan, karena di usia 2 bulan diimunisasi BCG. Imunisasi DPT termasuk imunisasi dasar yang sebaiknya diberikan sesegera mungkin sebelum bayi berusia setahun karena kekebalan tubuhnya masih rendah. Sehingga, imunisasi akan meningkatkan kekebalan tubuh bayi dari penyakit berbahaya yang dicegah oleh vaksin tersebut.
Alhamdulillah, ketiga anak saya insyaAllah sehat |
Batuk rejan atau Pertusis sangatlah berbahaya. Disebabkan oleh infeksi bakteri Bordetella Pertusis pada paru-paru dan pernapasan yang mudah menular. Disebut juga batuk 100 hari karena memang bisa menyerang hingga 100 hari. Tak heran batuknya tak sembuh hingga 3 bulan. Batuk rejan juga bisa membuat bayi kekurangan oksigen, muntah, dehidrasi, kejang-kejang, bahkan gagal ginjal.
Jika batuk rejan itu mengenai bayi di usia kurang dari 6 bulan, maka dapat menyebabkan kematian. Itu mengapa sebaiknya pada usia 2 bulan atau 4 bulan, bayi sudah mendapatkan imunisasi DPT. Kalau bayinya sehat-sehat saja tanpa imunisasi? Ya itu karena tidak ada penularnya atau tidak ada orang yang sakit Pertusis di sekitarnya. Yang bahaya itu kalau di lingkungan kita ada penderita Pertusis, maka anak kita yang belum diimunisasi DPT dapat tertular.
Alhamdulillah, karena anak saya sudah diimunisasi, jadi sewaktu saya main ke rumah tetangga itu, anak saya tidak tertular meskipun anak-anaknya sedang batuk rejan. Tapi, sejak itu saya dilarang oleh suami untuk ke rumah tetangga itu lagi karena khawatir anak kami tertular penyakit anak-anaknya biarpun sudah diimunisasi. Iya, sejak itu, saya memang jadi jarang ke rumahnya lagi.
Itu mengapa sampai hari ini saya adalah pro imunisasi garis keras. Imunisasi bagi saya adalah bagian dari ikhtiar untuk menjaga dan mensyukuri nikmat Allah akan kesehatan. Imunisasi bukanlah untuk mendahului takdir Allah. Sehat atau sakit itu memang takdir, tapi kita harus berikhtiar agar senantiasa sehat.
Antivaks selalu bilang, IMUN is ASI. Maksudnya, ASI saja cukup karena ASI memberikan kekebalan kepada anak. Padahal, imun itu berasal dari 3 hal, sebagaimana lagu yang pasti kita ingat:
Aku Anak Sehat
Tubuhku Kuat
Karena Ibuku Rajin dan Cermat
Sewaktu Aku Bayi
Selalu Diberi ASI
Makanan Bergizi
dan Imunisasi.
Jangan salah, anak-anak saya juga diberi ASI malah sampai 2 tahun lebih karena susah disapih. Tapi, saya juga berikan makanan bergizi dan imunisasi. Ya masa ASI tok? Saya bersyukur sampai hari ini anak-anak saya jarang sakit. Kalaupun sakit, hanya yang ringan seperti flu. Anak-anak saya juga mengikuti imunisasi MR yang sedang digalakkan oleh pemerintah.
Sebelum imunisasi, pastikan kondisi tubuh anak tidak panas, demam, dan sehat. Setelah diimunisasi, tidak ada KIPI. Mereka bisa langsung bermain seperti biasanya. Jadi, sudah tahu kan Bu, mengapa anak saya harus diimunisasi? Karena Indonesia Sehat dengan Perlindungan Imunisasi.
UU Kesehatan No. 36 tahun 2009 menyebutkan bahwa pemerintah wajib memberikan imunisasi lengkap kepada setiap anak dan bayi di Indonesia. Sebab, dalam situs sehatnegeriku disebutkan bahwa imunisasi adalah tindakan preventif terhadap penyakit berbahaya yang paling sukses dan dan hemat biaya. Ada sekitar 2-3 juta kematian yang dapat dicegah dengan imunisasi.
Ada 9 penyakit berbahaya yang dapat dicegah oleh imunisasi dasar lengkap yang diwajibkan oleh pemerintah:
- Tuberkolosis
- Campak
- Difteri
- Batuk Rejan
- Tetanus
- Polio
- Hepatitis B
- Hemofilus Influenzae
- Rubella
Penyakit-penyakit itu adalah penyakit menular dan berbahaya. Di masa lalu saat imunisasi belum jamak, yang namanya wabah Campak, Polio, Tuberkolosis, dan lain-lain itu sering menghinggapi suatu daerah. Banyak anak yang menjadi korban. Kok sekarang di sekitar kita aman-aman saja ya? Itu karena keberhasilan program imunisasi sehingga dapat menidurkan virus penyebab wabah tersebut.
Sebelum anak berusia satu tahun, harus sudah diimunisasi dengan 5 imunisasi dasar lengkap yaitu:
BCG Polio 1 saat anak berusia 1 bulan untuk mencegah penyakit Tuberkolosis dan Polio.
DPT-HB-HIB 1-Polio 2 saat anak berusia 2 bulan untuk mencegah penyakit Polio, Difteri, Batuk Rejan, Tetanus, Hepatitis B, Meningitis, Pneumonia.
DPT-HB-HIB2-Polio 3 saat anak berusia 3 bulan.
DPT-HB-HIB3-Polio 4-saat anak berusia 4 bulan.
Campak, saat anak berusia 9 bulan untuk mencegah penyakit Campak. (sumber: sehatnegeriku)
Virus itu tidak dapat menjangkiti anak-anak yang sudah diimunisasi. Kalaupun anak masih terkena penyakit, misalnya campak, dampaknya tidak terlalu parah dibandingkan jika tidak diimunisasi. Sayangnya, kini banyak ibu galau yang bertanya-tanya "mengapa anak saya harus diimunisasi?" akibat kampanye antivaksin baik itu dengan mengangkat soal konspirasi Yahudi sampai soal imunisasi belum halal.
Pro kontra imunisasi ini banyak yang bilang sebagai bagian dari "mom war." Ujung-ujungnya berpendapat, "ya terserahlah anaknya mau divaksin atau tidak. Beda keluarga, beda pilihan hidup."
Bagi saya, soal imunisasi bukan sekadar peperangan kecil antara ibu-ibu. Risikonya teramat besar jika membiarkan banyak anak tidak diimunisasi akibat pilihan orangtuanya. Ini adalah risiko kesehatan. Makanya saya miris saat jadwal vaksin MR di sekolah anak-anak saya yang saya sekolahkan di sekolah Islam. Banyak ibu yang menolak memberikan izin agar anaknya divaksin sampai guru-guru harus memberikan penjelasan.
"Bu ibu, di SD kita ini status imunisasi anak-anak itu masuk catatan merah karena banyak orangtua yang menolak vaksin," lalu ibu guru pun memberikan penjelasan soal pentingnya vaksinasi yang sayangnya tetap ditolak mentah-mentah oleh para orangtua itu. Bayangkan masa depan anak-anak nantinya jika banyak orangtua yang menolak imunisasi. Herd Immunity (kekebalan kelompok) pun berkurang sehingga bila ada virus yang menyerang, akan terjadi wabah.
Bagaimana dengan kehalalan vaksin? Vaksin untuk imunisasi dasar lengkap sudah halal, sedangkan untuk vaksin MR sudah dipercepat sertifikasi halalnya sampai terbitnya Fatwa MUI No. 33 tahun 2018 yaitu mengenai penggunaan vaksin MR dari Serum Institute India. Beritanya bisa dibaca di sini agar semua yang masih meragukan kehalalan vaksin bisa lebih tenang.
Dan tentu saja demi masa depan anak, jadilah orangtua yang cerdas dengan terus menggali informasi sebanyak-banyaknya termasuk tentang imunisasi ini. Kita bisa membaca perkembangan imunisasi di:
www.sehatnegeriku.kemkes.go.id
Instagram: @kemenkes_ri
Facebook: Kementerian Kesehatan RI
Twitter: KemenkesRI
aku pro vaksin kok, Allhamdulillah setelah imunisasi gak ada yang demam. TApi balik lagi ke masing-masing orangtua sih ya
ReplyDeleteImunisasi penting banget ya bun, dulu Alhamdulillah ibuku juga rajin bawa saya imunisasi ALhamdulillahnya. KAlaau sekarang karena belum ada momongan saya mesti banyak berburu ilmu gini, makasih ya bund jadi ngerti betapa pentingnya. Dan itu tetanggamu bund, geli banget ya sampe segitunya.
ReplyDeleteAlhamdulillah, ibu mertua bidan sehingga sering memantau progres imunisasi cucu-cucunya, suka ingetin kalau milanya telat atau terlewat
ReplyDeleteAku termasuk yg pro vaksin dan menganggap penting imunisasi bagi balita. Bahkan utk imunisasi difteri bagi orang dewasa pun aku ikut
ReplyDeleteKetika anak-anak masih di usia harus di imunisasi, bunda masih aktif bekerja di Unicef.n Imunisasi diadakan di kantor WHO yang berkann tor satu gedung dengan Unicef. Setiap anak memiliki buku kontrol kesehatan. Sekarang cucu-cucu bunda udah jadi tanggungjawab anak-anak bunda, kan, ya? Bahkan bunda sendiri baru-baru ini dipantau oleh anak bunda untuk suntik diptheri,hehe...tuntas sudah.
ReplyDeleteEmm...bingung mau komentar apa yaa...karena pro dan kontra itu masalah keyakinan.
ReplyDeleteNamanya orang sudah yakin pasti ada yang mendasari keputusan tersebut.
Semoga Allah membimbing keluarga Indonesia dalam memilih keputusan yang terbaik.
Tahu nggak Mbak, pas selesai baca ini saya langsung kirim link nya ke grup keluarga saya. Soalnya dua adik saya yang sekarang punya bayi pandangannya seperti sahabat mbak itu. Apa-apa curiga melulu ...tapi anaknya sakit ke dokter juga. Saya sering mengejek mereak, kenapa tidab bawa saja ke orang pintar, dukun mungkin bahaha...
ReplyDeleteYeaay imunisasi memang penting, buat perlindungan anak2 kita dan lingkungan mereka. Semoga anak2 selalu sehat ya mbaa :)
ReplyDeletesaya juga pro vaksin, Mba. sayangnya masih banyak teman-teman saya masih banyak yang antivaks, hiks :(
ReplyDeleteBtw, anak pertama dan anak kedua Mba leyla kayak kembar yaa, suka deh lihatnya :)
Agak ikut kesel sama antivaks. Yes memang itu masalah keyakinan. Yakin bahwa imunisasi produk yahudi yang dasarnya pakai apa entahlah. Lha di sana aja diimunisasi
ReplyDeleteSaya juga punya teman yang antivaksin, antiprogram pemerintah berupa imunisasi ini. Trus kalau sakit, dokter kasih antibiotik ndak dikonsumsi juga, nah sayang banget kan info yang didapat sedikit sedikit jadi salah terima. Imunisasi itu penting, sebagai daya tahan tubuh anak, sedangkan antibiotik lebih baik diberikan saat anak butuh untuk membunuh bakteri yang bisa bikin infeksi. Tapi kalau sakitnya cuma pilek ya, lebih baik emang dirawat minum madu dll. Tapi kalau batuk rejan, duh sayang banget ya Mbak, kasihan anaknya,
ReplyDeleteKemarin di sekolah anakku batal vaksin MR gegara banyak walimurid yang keberatan.
ReplyDeleteTetanggaku anaknya ada yg gak diimunisasi, kasian deh. Keliatannya sehat, tp agak beda sama anak2 seumurnya. Duh hari gini kok ya msh antivaks aja ya
ReplyDeleteBuat saya imunisasi itu wajib. Bukan karena pemerintah tapi karena mita wajib melindungi anak-anak kita dari penyakit yang berpotensi membahayakan jiwa dan tumbuh kembang mereka
ReplyDeleteAku termasuk orangtua yang memberikan imunisasi kepada anak, mba. Karena memang bagiku itu wajib dan hak anak untuk mendapat imunisasi
ReplyDeleteMasya Allah. Gak bisa ngomong aku, mba. Takut gibah.
ReplyDeleteYang pasti aku pro vaksin, karena sejak kecil aku juga divaksin dan merasakan manfaatnya, jadi putriku semata wayang juga vaksin.
Baidewei, ntar kalau mau ke tanah suci juga kudu divaksin meningitis, kira-kira si ibu nolak juga ya?
Lengkap banget ulasannya mba.
ReplyDeleteAku sih termasuk yang memberikan imunisasi. Semoga anak kita sehat2 dan berkah selalu yaa
Kemarin waktu imunisasi disekolah anak-anak pada kabur ngga bisa dibujuk, padHal manfaaatnya banyak banget untuk mereka kedepanya
ReplyDeleteSedih kan dia lihat gimana kampanye anti vaksin alhamdulillah aku dulu waktu bayi lengkap imunisasi nya jadi sekarang juga berusaha supaya vaksin anak-anak lengkap
ReplyDeleteHahhaha kalau aku yang ditelepon kayak gitu juga bakalan gemes banget . Penginnya noyor aja ya bawaannya. Udah nyolot, salah lagi! :D
ReplyDeleteMungkin yang menolak alasan utamanya adalah pada kehalalan vaksin yang belum jelas. Kalau MUI Membolehkan tetapi syarat halal tidak bisa dipenuhi itu yang membuat banyak ortu yang memilih bersikap berhati-hati.
ReplyDeleteAlhamdulillah keluargaku Pro imunisasi kenapa ya sama kayak keluarga Mbak Ela menilai bahwa pemerintah sudah menilai detail. Nggak mungkin dong membunuh rakyatnya Lagian tapi besar manfaatnya dibandingkan mudhorotnya
ReplyDeleteWah. Seneng baca artikel begini
ReplyDeletePro vaksin ini bukan hanya melindungi anak2. Tp ornag lain.
Makasi mba sharingnya
Saya alhamdulillah memilih vaksin sbg ikhtiar melindungi anak2. Org di luar sana bilang begini begitu saya tetep percaya aja sama ahlinya yg lbh kompeten.
ReplyDeleteBener sekali, mom war seputar vaksin dan antivaks ini ga sekedar mom war a la ibu bangsa netijen. Masa depan anak loh taruhannya. Tega2nya ya pake mencatut soal Yahudi segala. Kadang alu juga ga habis pikir soal ini.
ReplyDeletekembali lagi masalah pilihan ya mbak. Kita musti perbanyak referensi supaya makin mantap. Dan merujuk yg byk manfaatnya. Alhamdulillah bayi saya imunisasi krn termasuk mubah hukumnya :)
ReplyDeleteAku pusing kalo apa-apa dikaitkan dengan konspirasi..mikirnya kenapa nggak untuk kesehatan aja kenapa ya.
ReplyDeleteImunisasi pentung banget, suka gemes kalau ada yang anti imunisasi. Dia pikir anaknya aman karena memang imunisasi ga perlu. Padahal karena sudah banyak masyarakat paham imunisasi
ReplyDeleteKalau aku yang pro dengan imunisasi. tapi memang tergantung dengan orang tuanya yang mau anaknya diimunisasi atau tidak. mungkin karena banyak mitos yang sudah dibaca, yang penting anak-anak kita sehat ya, mom
ReplyDeleteSaya juga kesal & gemas kalau ada antivaks, mba. Imunisasi bukan soal "yg mau silakan, yg nolak ya silakan juga". Imunisasi bukan soal kesehatan pribadi tapi jg masyarakat. Bagaimana dg bayi2 yg terlahir dg sindroma rubella (buta, tuli, jantung bocor, tumbuh kembang terlambat) karena ketika ibunya hamil tertular rubella dari anak tetangga yg tidak diimunisasi rubella? Si ibu hamil ga salah apa2, bayinya juga ga salah apa2, kenapa harus ikut menderita karena tetangga ogah mengimunisasi anaknya? Makanya antivaks memang ga boleh dibiarkan semakin banyak ya mba..
ReplyDeleteMak Ela seru banget ceritanyaa.. Aku pun ada teman yg antivaks.. Suka gemes ya sama psmikiran mereka.. Vaksin Kan bukan cuma buat kekebalan sendiri, tapi juga lingkungan.. Sampe-sampe itu Upin Ipin ada episode khusus bahas vaksin difteri ya.. Keren banget biar anak pun jadi tau betapa pentingnya vaksin..
ReplyDeleteAlhamdulillah anak-anakku semua imunasasi dasar maupun tambahan. Imunisasi kan sebagai salah satu ikhtiar. Btw aku pikir ini bukan blog Mba Leyla, ternyata oh ternyata...
ReplyDelete