Sunday 21 December 2014

Lima "Berantakan" yang Tak Perlu Dilarang

Sidiq sedang berperan sebagai Jacky Chan
"Kalau punya anak kecil-kecil begitu, rumahnya pasti berantakan terus, ya?" tanya seorang kerabat, saat kami datang bersilaturahim. 

Tepat sekali! Rumah saya memang tak pernah sepi dari "berantakan." Walaupun baru dibersihkan, tak sampai lima menit akan berantakan lagi. Tiga anak saya masih kecil, usianya masing-masing 7, 6, dan 2 tahun. Pusing rasanya melihat kondisi rumah, kalau mereka bertiga sudah berkumpul. Kalau mau menuruti emosi, bawaannya ingin mengomel. Ternyata berantakan tersebut harus disyukuri lho. Ada manfaat berantakan yang dilakukan oleh anak-anak. Ini lima berantakan berikut manfaatnya, yang patut saya syukuri:

Mencoret-coret Dinding
Dinding rumah saya tak ada yang mulus. Semuanya penuh coretan. Semua bermula sejak si kakak sudah bisa coret-coret, padahal ayahnya mengajari menulis di kertas dan buku. Entah ide dari mana, tahu-tahu tangan si kakak mendarat di dinding, kemudian diikuti oleh adiknya, daaan... voilaa! Dinding rumah kami pun penuh coretan. Untungnya, dinding rumah kami belum dicat sempurna, baru sekadarnya saja karena belum ada biaya untuk mengecat seluruhnya. Jadi, kami tak begitu memikirkan soal dinding. Slow saja. Barangkali tak seperti orang tua lain yang mengancam anak-anaknya agar tidak mencoret-coret dinding. Memang dinding rumah mereka bersih dan mulus, tapi bagaimana dengan imajinasi anak-anaknya?

Yup, mencoret dinding adalah salah satu bentuk pengembangan motorik dan imajinasi anak-anak. Kalau ada orang tua yang mengatakan, "makanya disuruh coret-coret di kertas atau buku saja...." Oh, sudah! Kami sudah melakukannya, tapi ketika lengah, tetap saja anak-anak mencoret-coret dinding. Sampai kami heran, kenapa ya anak-anak suka mencoret dinding? Di dinding itu ada berbagai macam coretan, dari mulai huruf, angka, gambar mobil, robot, pemandangan, sampai wajah orang tuanya. Bukan hanya mencoret, saat saya tanya apa arti gambar-gambar itu, Ismail dan Sidiq bisa menceritakannya bak cerita dalam sebuah komik. 

Ternyata menurut buku parenting yang saya baca, mencoret dinding itu memang kesukaan anak-anak. Imajinasi mereka lebih bebas, selain kemampuan menulis dan menggambar yang pesat. Solusinya, berikan satu dinding khusus untuk mencoret-coret. Kalau saya, ya pasrah saja dicoret-coret karena sudah terlanjur. Lagipula, ada masanya anak-anak mencoret dinding. Di usia 5 tahun, ternyata mereka sudah berhenti mencoret dinding dengan sendirinya, lalu beralih ke kertas dan buku. 

Ekspresi Salim saat ketahuan sedang mencoret dinding :D
Bermain Rumah-rumahan
Hadooooh... hari sudah sore, rumah sudah rapi dan bersih, tahu-tahu saya melihat anak-anak menumpuk bangku, bantal-bantal, dan selimut, lalu bersembunyi di bawahnya. "Maah, Dede punya rumah sendiri, dong...!" kata si tengah. Saya menepuk jidat. Mereka sedang bermain rumah-rumahan. Lagi-lagi saya tidak tahu dari mana anak-anak punya ide untuk membuat rumah dari tumpukan bantal dan selimut. Kadang mereka juga memakai kardus, kalau melihat ada kardus kosong. Jangankan kardus kosong, kardus yang ada isinya pun akan dikeluarkan isinya dan kardusnya dibuat jadi rumah. 

Oke, deh, tinggal minta dibereskan saja kalau sudah selesai. "Nanti diberesin lagi ya bantal dan selimutnya, itu kan buat tidur," kata saya, sambil menahan emosi. Percaya saja, itu juga salah satu pengembangan imajinasi mereka. Tenang, tidak perlu marah. Duduk saja yang santai, seduh kopi, ambil majalah, kalau perlu sambil pakai masker. Biarkan saja anak-anak berimajinasi seolah sedang bermain di rumah mungil mereka. Kalau toh nanti mereka tidak membereskan "mainannya", ya tinggal tunggu bapaknya pulang dan suruh membereskannya, hehehehe....Siapa tahu bermain rumah-rumahan itu adalah bekal anak-anak kelak agar bisa membuat rumah sungguhan. 

Bermain Peran
"Mah, pakein ini, Dede mau jadi Superman!" kata Sidiq, mengganggu konsentrasi saya yang hendak mengetik. Ya elah, Bu.. apa susahnya memakaikan selimut ke leher anak? Ya sudah, saya ikat selimut itu ke lehernya, sehingga membentuk seperti jubah Superman. Setelah itu, Sidiq berlari-lari dan bergaya bak superhero. Apa yang dilakukan Sidiq itu sebenarnya persis saya saat masih kecil dulu. Saya ingat dulu juga bermain putri-putrian bersama teman-teman dengan menggunakan mukena (alat salat) yang dipakai menyerupai gaun. Hasilnya? Sekarang saya jadi "lumayan" kreatif dan imajinatif. Nah, jadi, kenapa dilarang? 

Konsep bermain peran ini juga digunakan oleh sebuah tempat permainan anak-anak, di mana anak-anak bisa bermain peran menjadi profesi apa saja: dokter, pemadam kebakaran, koki, dan lain-lain. Harga tiket masuknya lumayan mahal, padahal kita bisa menyediakan permainan itu di rumah. Hanya berbekal selimut saja, Sidiq bisa berperan menjadi Superman. Yang penting, ibunya tabah dan sabar saja kalau anak-anak sudah mengeluarkan semua peralatan permainannya: panci dan sendok dari dapur untuk main masak-masakan, sapu untuk main pedang-pedangan, dan barang-barang rumah tangga lainnya. 

Bermain peran adalah salah satu cara menunjukkan jenis-jenis profesi kepada anak-anak (selain Superman, lho!). Ibu juga bisa mendampingi anak-anak saat bermain peran, misalnya berperan menjadi koki atau chef. Dari situ anak-anak akan belajar cara memproses makanan, sehingga mereka akan menghargai makanan (terutama anak yang pemilih "picky eater"). 

Merusak Mainan
Hiyaaaa...! Mainan baru dibeli dua jam yang lalu, sudah copot semua onderdilnya. Rodanya tinggal satu, bodinya sudah terpisah-pisah. Kadang saya heran, kenapa mainan itu tidak pernah awet? Ayahnya menyiasati dengan membeli mobil-mobilan yang tidak bisa dibongkar-bongkar (seperti merk Hot Wheels), hasilnya? Mainan itu hilang juga karena anak-anak sudah bosan memainkannya. Apa enaknya memainkan mainan yang tidak bisa diutak-atik?

Beberapa waktu lalu, anak-anak juga mendapatkan hadiah lebaran berupa robot-robotan yang harganya lumayan mahal sehingga tidak bisa dibongkar-bongkar. Hasilnya? Sekarang robot-robotan itu tergeletak begitu saja di atas lemari karena anak-anak tidak mau memainkannya! Jadi, maksudnya memiliki mainan adalah untuk dibongkar pasang, Bu. Ya, ya... sekarang saya mengerti. Oke, kalau begitu, saya belikan mainan yang murah saja, yang bisa dicopot-copot onderdilnya. Atau, mainan Puzzle dan Lego yang merangsang kreativitas. 

Apa yang kita sebut "merusak" itu sebenarnya bentuk kreativitas anak-anak. Mereka mungkin sedang mencari tahu, apa saja bagian dalam mainan tersebut? Mengapa mainan itu bisa bergerak-gerak? Bagaimana cara menyatukan onderdil-onderdilnya? Mereka memang tak bisa membuat mainan itu utuh kembali, tapi percayalah, otak mereka sedang mengembangkan kreativitas dan solusi memecahkan masalah setiap kali mereka berusaha "memperbaiki" mainan tersebut dengan membongkarpasangnya. 

Bermain Air
Disuruh mandi, tapi malah nyempung di bak dan membuang-buang air. Ya, begitulah anak-anak. Kalau disuruh mandi, ada adegan kejar-kejaran dulu karena tidak mau mandi. Tapi, begitu masuk kamar mandi, eh malah main air. Kadang-kadang mereka juga bermain sabun. Bahkan, pernah Sidiq memasukkan deterjen ukuran satu kilo ke dalam bak mandi,  padahal bungkusnya baru saya buka. Bagaimana emosi tidak sampai ke ubun-ubun?!  Biasanya, kalau sudah main air begitu, saya biarkan saja mereka di kamar mandi. Tunggu sampai mereka minta dimandikan karena sudah kedinginan, hehehe.... 

Mengapa anak-anak suka main air? Saya rasa ada hubungannya dengan pengalaman masa lalu mereka di dalam air ketuban ibu. Mereka berada di dalam air ketuban selama sembilan bulan. Otak mereka mungkin masih menyimpan pengalaman menyenangkan itu, sehingga senang sekali kalau sudah berendam di dalam air. 

Berantakan apa lagi yang tidak perlu dilarang? Mari nikmati masa kecil anak-anak dengan segala kehebohannya. Jika sudah sangat stres menghadapi "berantakan" anak-anak, menyepi saja di ruangan lain sambil melakukan apa yang saya sebut "me time": seduh kopi, ambil cemilan, baca majalah, dan duduk santai. Soal berantakan? Gampanglah itu! :D





11 comments:

  1. Wah anak2 emang juara kalo udah bermain. Anak2ku sama juga mba, apalagi yg bungsu. Tiap pulang dari sekoah, pasti nyemplung di kolam ikan di belakang rumah. Suka kasihan sama ikan2 itu krn dikejar2 Naufal. Ntar kalo bosan, mbongkar mainan, hihiiii

    Btw, moga sukses lombanya yaa

    ReplyDelete
  2. yes mak, anak berkreasi aku lebih senang lihat kreasi mereka walau dinding dicorat coret mah masih bisa beli cat tembok lagi sedangkan kreasi anak adalah suatu anugerah terindah

    ReplyDelete
  3. Rumah yang berantakan emang bikin pusing ya mak...tapi demi perkembangan kreatifitas dan imajinasi anak harus sabar deh... Dua anak laki-lakiku juga punya kebiasaan yang mirip nih :D
    Semoga anak-anak sehat ya mak :)

    ReplyDelete
  4. Ternyata sama ya anak-anak. Mainan gakpernah awet :(

    ReplyDelete
  5. hihihi.... semua cerita diatas adalah cerita saya juga mak....
    betewe mak... permintaan pertemanan saya di lomba mom story blm di approve aja sama adminnya pdhl saya juga ikutan lomba ini, kira2 knp ya mak?

    ReplyDelete
  6. haha persis.

    Sudah dikasih buku gambar, gambarnya ya di dinding. Trus, udah disediakan dinding untuk menggambar dan dilapis sama kertas karton putih lebar, tetap saja gambar di dinding lagi...

    ReplyDelete
  7. Suatu saat pasti akan merindukan masa2 berantakan kayak sekarang ya mak, hehe

    ReplyDelete
  8. Kirain cuma anak cewek yg doyan rumah2an mbak. Kalo anakku lg main rumah2an ga cuma bntal..segala peralatan dapur pindah ke "rumah" dia :p

    ReplyDelete
  9. rumahku juga penuh dengan coretannnn

    ReplyDelete
  10. anak-anak suka sekali main air ya mbak

    ReplyDelete
  11. Hehehe geli saya baca tulisannya, Mak. Semuanya itu juga dilakukan anak2 saya di rumah. Anak sy jg 3 dg usia yg berdekatan jg ( 8,5th, 7th, dan 9 bln #salamkenal

    ReplyDelete

Terima kasih atas komentarnya. Mohon maaf, komentar SPAM dan mengandung link hidup, akan segera dihapus ^_^