Sunday 11 May 2014

Diary Sang Zombiegaret: Kanker Paru Merenggut Hidupku

Gambar dari sini

Dear Diary,

Mataku nanar menatap cairan infus yang menetes satu per satu ke dalam selang infus yang mengalir ke tubuhku. Alat bantu pernapasan juga menempel di hidungku. Tanpa alat itu, aku kepayahan untuk sekadar menarik udara luar masuk ke nasofaring. Bau obat menguar di udara. Seluruh ruangan berwarna putih. Dalam keadaan tidak sadar, seringkali aku berpikir mungkin aku sudah berada di dunia lain. Beberapa orang suster dengan pakaian putih sesekali menengokku, menyajikan senyum manis yang tak dapat kubalas.


Entah sudah berapa lama aku berbaring di atas ranjang rumah sakit ini. Aku tak ubahnya seperti zombie, makhluk aneh yang tidak mati tapi juga tidak hidup. Dulu, saat aku masih sehat, aku pernah menonton film zombie bersama teman-teman segeng sambil merokok dan minum-minum. Ah ya, aku sudah menikmati keduanya sejak remaja. Mulanya aku diajak menikmati rokok, benda panjang yang mengeluarkan asap saat diisap. Aku mengisapnya hanya agar tidak disebut “banci.” Ya, kalau aku menolak merokok, maka aku tak ubahnya seperti wanita.

Aku melihat zombie-zombie itu menyerang manusia yang masih sehat dan membuat manusia itu menjadi zombie. Tidakkah itu sama seperti rokok yang kuisap? Rokok yang membuat kecanduan dan orang lain pun ikut menelan racunnya? Tak kusangka, rokok yang semula membuatku batuk-batuk, ternyata justru membuatku ketagihan dan tak bisa lepas darinya sehari pun. Uang saku pun kuhabiskan untuk membeli rokok. Aku bahkan tak perlu makan lagi kalau sudah merokok.

Aku tahu, aku membaca peringatan yang ada di depan bungkus rokok. Rokok mengandung nikotin yang tidak baik untuk kesehatan. Sayangnya, aku sering tak membaca peringatan itu karena membeli rokok dengan cara mencicil. Aku membeli sebatang dua batang, seperti membeli permen. Kalau habis, aku akan membeli lagi. Kupikir dengan cara begitu, kantongku tidak bolong cepat-cepat. Ternyata aku salah. Dosis merokokku terus meningkat, hingga tanpa sadar aku menghabiskan tiga bungkus rokok dalam sehari.

Mulutku terus menerus mengeluarkan asap, seperti kereta api lokomotif. Ibuku sudah tak terhitung lagi mengeluarkan omelan dan larangan merokok, tapi kuabaikan. Dia mengurangi uang sakuku agar tak dapat lagi membeli rokok, tapi aku menyiasatinya dengan menghemat uang bensin. Biar saja aku jalan kaki ke sekolah, asalkan mulutku tetap ngebul. Aku tidak tahu kekuatan apa yang membuat rokok mampu menghipnotisku sehingga kesulitan melepaskan diri darinya. Merokok itu nikmat sekali. Seakan-akan semua beban lenyap bersama embusan asap rokok.

Aku merokok di mana saja, tak peduli orang-orang terganggu dengan asap rokokku. Aku terus merokok sampai dewasa, sampai usiaku menua.

Sampai kemudian penyakit itu datang. Mulanya aku kesulitan bernapas dan sering batuk. Batukku tak kunjung sembuh, bahkan semakin parah. Aku sering batuk darah. Dokter memvonisku terkena kanker paru. Kamu ingin tahu seperti apa rasanya? Ah, tidak, jangan sampai kamu juga terkena karena rasanya sangat tidak enak. Ya, ya, aku tahu, di luar sana ada banyak perokok yang sehat-sehat saja walaupun tidak berhenti merokok. Tapi, yang seperti aku juga banyak, dan barangkali kamu berikutnya jika masih berani merokok.

Setiap kali bernapas, dadaku terasa nyeri. Aku merasa ada batu berton-ton yang menumpuk di dadaku, membuatku sesak napas. Berat badanku turun drastis. Kulitku pun mengeriput. Berkali-kali aku dirawat di rumah sakit, tapi kanker itu masih terus menggerogotiku. Bila waktu dapat diputar kembali, aku ingin menolak tawaran rokok dari teman-temanku. Bila waktu dapat terulang, aku ingin sungguh-sungguh menghentikan kecanduan merokok. Dulu itu rasanya sulit sekali. Aku malah menertawakan istriku yang berkali-kali menyuruhku berhenti merokok. Dia tidak tahu rasanya kecanduan merokok.

Sayang, waktu tak dapat terulang. Aku sudah berbaring di sini dengan vonis kanker paru stadium 4. Hidup segan, mati tak mau. Orang bilang, perawakanku sudah seperti zombie. Tubuh kurus dan mengeriput, mata kosong tak bersinar. Jika kau tak mau menjadi sepertiku, kau harus menjauhi batang-batang tembakau berisi nikotin dan tar itu. 







15 comments:

  1. jauh-jauh dari zombie, eh rokok ya mbak

    ReplyDelete
  2. melihat fenomena akibat merokok entah mengapa masih aja orang yang merokok ya mak.. dan knp pabrik rokoknya ga ditutup aja kalau emang berbahaya

    ReplyDelete
    Replies
    1. sulit untuk menutup pabrik rokok, mba. Yg penting kesadaran kita aja utk ga merokok.

      Delete
  3. Selamat juara satu .... padahal aku mupeng pingin ke bali. :(

    ReplyDelete
  4. Selamat juara satu .... padahal aku mupeng pingin ke bali. :(

    ReplyDelete
  5. Selamat juara satu .... padahal aku mupeng pingin ke bali. :(

    ReplyDelete
  6. Selamat ya jadi juara 1.. Ikut seneng .. walau aku kalah tapi melihat sang juaranya pantas (hebat), menjadi semangat untuk terus belajar.. salam kenal :)

    ReplyDelete
  7. selamat ya mbak .. alhamdulillah ikut seneng bisa jalan2 ke(m)bali

    ReplyDelete
  8. selamat mbaaak.. :D

    ReplyDelete
  9. Selamat ya mbak jadi juara 1 bisa jalan2 ke Bali, bisa ketemuan gak ya???

    ReplyDelete
  10. selamat mak,...kereenn memang :)

    ReplyDelete
  11. Selamat... sebuah tulisan yang tidak biasa.

    ReplyDelete
  12. Selamat Mak, brilian ide tulisannya :)

    ReplyDelete

Terima kasih atas komentarnya. Mohon maaf, komentar SPAM dan mengandung link hidup, akan segera dihapus ^_^