Thursday 13 February 2014

Menu Sarapan Sehat yang Sederhana, Mudah, dan Bergizi

Ismail sehat dan aktif

“Mau maem… mau maem….”

Baru jam setengah sembilan pagi, teman-teman Sidiq sudah rewel minta makan. Padahal, sekolah (PAUD) baru dimulai jam delapan. Anak-anak akan diajari membaca iqra dan huruf latin dulu. Rupanya mereka sudah kelaparan sebelum masuk jam pelajaran.

“Baru sampai di sekolah kok sudah lapar? Gak sarapan, ya?” tanya Bu Guru. Ibu-ibunyalah yang menjawab, tidak sempat membuat sarapan untuk anak-anaknya. Alhamdulillah, Sidiq (5 tahun) tidak ikut lapar seperti teman-temannya, karena saya sudah memberikannya sarapan sebelum berangkat ke sekolah. Anak-anak PAUD masuk jam delapan pagi, ibu-ibunya masih juga tidak sempat membuatkan sarapan. Bagaimana kalau mereka sudah masuk Sekolah Dasar (SD) dan harus berangkat jam 6.30 pagi?


Lihatlah, anak-anak itu, belum jam sembilan pagi sudah mengeluh kelaparan. Itu normal saja, karena seharusnya mereka memang sudah sarapan setelah perut kosong semalaman. Kalau tidak sarapan, dijamin mereka tidak akan bisa berkonsentrasi belajar.

Dulu, sewaktu masih sekolah, saya jarang sekali sarapan. Alasannya hanya satu, tidak sempat. Setiap pagi berangkat ke sekolah jam 6, itupun kadang-kadang telat sampai di sekolah karena jarak antara rumah dan sekolah yang cukup jauh. Namanya juga anak-anak, bangunnya pun sering kesiangan. Ditambah lagi, mama saya tidak sempat menyiapkan sarapan karena harus ke kantor juga. Minimal saya minum susu kental manis, tapi itu juga tidak sering. Di masa itu, susu masih termasuk barang mahal di keluarga kami.

Tak heran, belum jam sembilan, perut saya sudah keroncongan minta diisi. Kalau sudah lapar, belajar pun tidak bisa konsentrasi. Menunggu jam istirahat, masih satu jam lagi. Terasa menyiksa sekali karena tidak sarapan. Mungkin itu sebabnya saya kurang bisa menangkap pelajaran-pelajaran yang membutuhkan konsentrasi berpikir seperti Matematika, Fisika, Kimia, dan pelajaran eksakta lainnya. Iya, betul. Saya lebih suka pelajaran yang mengembangkan imajinasi, karena perut kosong membuat mata jadi mengantuk.

Kebiasaan buruk saya itu jangan ditiru yaa…. Sekarang setelah punya anak, saya mendisiplinkan kebiasaan sarapan. Sesibuk apa pun, pokoknya anak-anak harus sarapan dulu sebelum ke sekolah. Sebenarnya, kebiasaan ini juga baru berlaku setelah anak-anak masuk sekolah. Inilah jeleknya seorang ibu yang tidak terbiasa sarapan. Anak-anaknya pun nyaris dibiasakan tidak sarapan. Saat anak-anak belum sekolah, saya hanya memberikan susu dan camilan di pagi hari. Camilannya juga tidak sehat. Pokoknya yang praktis saja. Sekarang saya sudah tobat, sungguh!

Sarapan itu memang penting sekali untuk mendukung aktivitas di pagi hari. Setelah makan malam dan tidur, tubuh kita pasti kekurangan tenaga. Bayangkan saja kalau kita langsung beraktifitas tanpa sarapan. Dijamin lemas dan tidak maksimal. Sarapan yang sehat harus mengandung komposisi seimbang, yaitu: karbohidrat (60-68%), protein (12-15%), lemak (20-25%), dan serat (10-15 gram). Sarapan akan membuat kita kenyang sampai jam makan siang tiba, sehingga tidak tergoda untuk “ngemil”, apalagi ngemil yang tidak sehat.

Sidiq, ceria dengan sarapan
Memang, memberikan sarapan di pagi hari itu tidak selalu mudah, apalagi untuk orang tua yang sibuk. Si sulung dan si tengah, usianya hanya terpaut setahun sehingga saya sempat terpikir untuk menyekolahkan mereka bersama-sama dalam satu kelas. Otomatis, saya harus menyiapkan urusan sekolah mereka sekaligus. Ditambah lagi, ketika mereka baru masuk PAUD, saya sedang hamil anak ketiga. Kesibukan semakin bertambah dengan lahirnya si bungsu. Tanpa keberadaan asisten rumah tangga, pagi hari adalah waktu yang sangat menyiksa. Saya harus memomong bayi, menyiapkan sekolah kakak-kakaknya, dan tak lupa membuat sarapan untuk mereka semua.

Jam empat pagi, saya sudah bangun untuk membuat sarapan sekadarnya. Menu sarapan saya sudah tentu yang praktis, mudah, sederhana, tapi tetap bergizi sebagai bekal penopang aktivitas di pagi hari. Buat saya pribadi, susah-susah gampang membuat sarapan untuk anak-anak karena mereka termasuk pemilih (picky eater). Panduan memilih sarapan bagi saya:


  • Memiliki asupan gizi seimbang, yaitu mengandung karbohidrat sebagai penambah tenaga, protein, lemak, dan serat.
  • Mudah diolah, karena waktu yang terbatas. Pagi hari ada banyak kesibukan, jadi ibu harus pintar-pintar menyiasati waktu untuk membuat sarapan. Jangan sampai anak berangkat ke sekolah dengan perut lapar dan kemudian mereka jajan sembarangan.
  • Ringan, tapi bergizi. Sarapan tidak perlu dalam porsi banyak, asalkan cukup. Kalau terlalu banyak, nanti kita malah mengantuk dan akhirnya tidak bisa beraktifitas. Coba saja kalau kita makan nasi terlalu banyak, aliran darah ke otak justru terhambat karena dialirkan ke lambung untuk mencerna makanan. Jadi, porsi sarapan tidak perlu banyak-banyak.
  • Sehat, tidak mengandung bahan-bahan berbahaya.

Berikut ini beberapa menu sarapan yang saya siapkan untuk anak-anak:

Spaghetti Keju


Ini menu yang paling gampang. Anak-anak sangat suka makan spaghetti ini, bahkan mereka bisa makan sendiri tanpa harus disuapi. Pasta spaghetti mengandung karbohidrat yang cukup, tidak membuat kenyang. Asupan protein bisa didapatkan dari keju dan susu. Biasanya, anak saya minum susu dulu baru sarapan.

Roti Bakar Pisang Cokelat Keju


Di dalam setangkup roti ada karbohidrat, protein berasal dari pisang raja dan keju yang dimasukkan ke dalam roti, sedangkan lemaknya disumbangkan oleh cokelat. Menu sarapan paling mudah, hanya butuh waktu sepuluh menit untuk menyiapkannya. Anak-anak juga suka dan tidak perlu waktu lama untuk menyantapnya.

Sosis Keju Panggang
Ini adalah modifikasi dari macaroni schotel. Makaroninya diganti dengan sosis. Membuatnya juga mudah, hanya perlu waktu sedikit lama untuk memanggang. Bisa dibuat di malam hari, lalu pagi hari tinggal dipanaskan. 

Resepnya sebagai berikut:
50 gram tepung terigu
Sosis secukupnya, potong kecil-kecil.
Daun bawang secukupnya, bisa diganti dengan kacang polong.
Paprika secukupnya, bisa diganti dengan tomat.
Susu cair, 50 ml.
Keju, 100 gram, parut.
2 butir telur.
Semua bahan diaduk rata, lalu masukkan ke Loyang yang sudah diolesi mentega dan ditaburi terigu. Panggang dengan suhu 180 derajat selsius selama 30 menit. Kalau tidak punya oven, bisa juga dikukus. Alhamdulillah, anak-anak suka sekali, malah tandas tak bersisa.

Jadi, jangan menjadikan alasan kesibukan untuk tidak sempat membuat sarapan, ya. Mari jadikan anak-anak kita generasi yang sehat dan cerdas dengan sarapan sehat.


 **** 


4 comments:

  1. huwiks,lihat spahgeti,roti bakar kok menadak lapar ya hehhe..sukses mbk lombanya^^

    ReplyDelete
  2. roti bakarnya saya mauuuuu.... :)

    ReplyDelete
  3. belajar menyajikan menu sehat dan lucu buat hati kita ya sis. :)

    ReplyDelete
  4. Bermanfaat sekali artikelnya, semoga dapat menginspirasi yang lainnya. kunjungi juga www.greenmommyshop.com yang menyediakan kosmetik organik yang ramah lingkungan.

    ReplyDelete

Terima kasih atas komentarnya. Mohon maaf, komentar SPAM dan mengandung link hidup, akan segera dihapus ^_^