Tuesday 3 September 2013

Ibu Bekerja, Anak Bermasalah?

Sudah lama berlalu, sewaktu anak itu baru bersekolah di sekolah yang sama dengan anak saya. Ketika ada acara makan sehat, anak itu mendadak tantrum. Dia menangis terus menerus, tak mau berhenti, dan memukuli ibunya. Padahal, ibunya sudah meluangkan waktu untuk hadir ke acara makan sehat, sebulan sekali, yang memang orang tua/ wali juga hadir. Kebetulan memang hari kejepit, jadi ibunya memutuskan untuk tidak ke kantor saja dan menemani anaknya. Biasanya, anaknya ditunggui oleh pembantu/ nenek/ kakeknya. 


"Ayo jangan nangis... itu Bunda udah bela-belain nungguin lho...." kata guru anak-anak. Anak itu tetap menangis, memukul, berteriak-teriak, dan bundanya sama sekali tak bisa menenangkannya. Penyebabnya sepele. Anak itu hanya menginginkan susu kotak milik temannya. Yang namanya anak kecil, kalau cuma ada satu, tentu tak akan memberikan miliknya kepada orang lain, apalagi itu susu kotak: makanan favorit anak-anak. Saya hanya memperhatikan kejadian itu, bagaimana sang bunda kewalahan menghadapi anaknya yang tak mempan dengan ucapan dan sentuhan bundanya. 

Sekarang, ada kejadian lagi. Walaupun masalahnya bukan tantrum. Satu semester yang lalu, anak itu diantar ke sekolah oleh pembantunya, dan termasuk anak yang santun dan tertib. Setelah lebaran, pembantunya tidak datang lagi. Setiap hari, anak itu diantar oleh ayahnya, lalu ditinggal begitu saja karena ayahnya meneruskan berangkat ke kantor. Ibunya hanya pernah sekali datang, sewaktu acara halal bi halal, karena masih cuti. Nah, selama mulai bersekolah ini, anak itu menunjukkan tanda-tanda bermasalah.

Masalah pertama adalah, GALAK. Dia suka mencakar, menjambak, dan menakut-nakuti teman-temannya. Bahkan, bayi saya (yang selalu saya ajak ke sekolah mengantar kakaknya), terkena cakarannya. Saya baru sadar setelah sampai di rumah kok tangan bayi saya merah-merah. Saya ingat anak itu mencengkeram tangan bayi saya. Semula saya pikir anak itu ingin berteman dengan bayi saya, dan mungkin anak itu kesepian. 

Kedua, tidak mau belajar. Dia sama sekali tak mau mendengarkan guru. Asyik mengganggu anak yang  lain, lalu menyendiri di pojok. Ironisnya, dia bahkan belum bisa memegang pensil! Walhasil, kalau ada pelajaran menulis, dia hanya berjalan-jalan, tengok kanan kiri. Anak-anak yang lain, termasuk anak saya, di usia yang sama, sudah bisa menulis, setidaknya mencoret-coret kertas, sedangkan dia memegang pensil pun tak bisa. Jangan berharap guru bisa total mengajarkannya menulis. Yang saya lihat, ibu guru sudah kewalahan mengajarkannya, dan di kelas kan ada banyak siswa lain yang  membutuhkan perhatian. Guru cuma satu. Masa hanya satu anak itu yang diperhatikan? Jadi, kalau mau perkembangan anak tidak terlambat, seharusnya orang tua ikut aktif mengajarkan anaknya. 

Lalu, apa hubungannya ibu yang bekerja dengan anak-anak yang bermasalah itu? Apakah anak-anak yang ibunya tidak bekerja, tidak bermasalah? Well, anak saya, Sidiq, juga punya masalah. Dia susah bersosialisasi saking dekatnya dengan saya. Dia selalu ingin ditemani oleh saya, sehingga saya terpaksa harus masuk ke dalam kelas. Begitu juga dengan tiga anak lain yang ibunya di rumah. Pada awal masuk sekolah, anaknya pasti minta ditemani  terus oleh ibunya. 

Lain halnya dengan anak yang sudah terbiasa ditinggal bekerja. Anak itu memang mandiri, bisa ditinggal di sekolah, ya seperti anak-anak pada cerita di atas. Tetapi, mereka memiliki masalah lain, tergantung bagaimana ibunya memperlakukannya. Anak yang tantrum, menurut penilaian saya, sedang berusaha mengambil perhatian ibunya, agar hanya terfokus kepadanya. Sehari-hari, perhatian ibunya tidak penuh karena harus bekerja. Dengan dia menangis, berteriak, dan marah-marah, ibunya benar-benar hanya memperhatikannya. 

Pada kasus anak kedua, sepertinya dia lebih tidak mendapatkan perhatian dari orang tuanya sampai-sampai memegang pensil pun tak bisa. Tahun lalu, ada juga anak yang ibunya di rumah, tapi anaknya tak bisa juga memegang pensil. Kini, anak itu sudah bisa menulis sejak ibunya aktif mengajarkannya. Jadi, ini bukan masalah ibu di rumah atau bekerja, tapi bagaimana ibunya bisa membantu stimulasi anaknya. Kalau saya, cukup memberikan pensil kepada anak-anak, sejak umur 2 tahun. Mengajarkan menulis dan menggambar itu hanya sebentar saja kok, kalau anak-anak sudah suka, mereka akan kecanduan dan melakukannya sendiri. Sekarang saya hanya terbengong-bengong melihat anak-anak sudah bisa menggambar apa saja, bahkan yang tidak terpikirkan. Mereka cukup melihatnya di games dan televisi, lalu menirunya begitu saja. 

Anak yang galak juga kemungkinan sedang mencari perhatian dari orang-orang di sekitarnya. Lihatlah, bagaimana dia menikmati perhatian orang-orang tertuju kepadanya ketika dia melakukan kekerasan kepada anak yang lain. Namanya menjadi nama yang paling tenar di sekolah, karena banyak orang yang menyebut namanya (saking bermasalahnya). Semoga saja orang tuanya menyadari perubahan pada anaknya.

Ibu bekerja atau tidak bekerja adalah pilihan, tetapi mendidik anak adalah kewajiban. Di kantor atau di rumah, sama sibuknya. Di rumah pun, saya merasa sangat sibuk dengan pekerjaan rumah yang menggunung dan sering kali anak-anak terabaikan. Apalagi ditambah dengan pekerjaan kantor? Jadi, kuncinya adalah bagaimana agar orang tua tetap memberikan perhatian kepada anak di tengah kepungan pekerjaan. Ibu yang bekerja, kalau sudah di rumah, segera lepas semua tetek bengek urusan kantor dan fokus kepada anak-anak. Insya Allah, anak-anak tak perlu mencari perhatian dengan cara yang ekstrim. Masih untung itu masih TK, gimana kalau sudah remaja? 

4 comments:

  1. nggak kebayang saya mbk menghadapi tingkah laku anak2,meskipun prnah ngajar di playgroup tapi kan belum merasakan gimana punya anak, merasakan hal2 yang seperti diatas.....sekedar menyimak dan belajar :D

    ReplyDelete
  2. menjadi ibu bekerja maupun tidak bekerja adalah pilihan, tetapi mendidik anak adalah kewajiban, saya sangat setuju. Bekerja ataupun tidak, kalau anak mendapat perhatian yg baik dari ortunya, terlebih ibunya, pasti anak tdk akan kekurangan perhatian dan kasih sayang.

    ReplyDelete
  3. Banyak kok ibu2 yang meskipun tak bekerja di luar rumah tapi punya banyak kegiatan (sosial) di luar rumah.
    Jadi, apapun kegiatannya.. aku sepakat dengan mbak bahwa mendidik anak kudu dilakukan oleh ibu dg baik. Itu kewajiban orang tua... (ibu khususnya).

    ReplyDelete
  4. Mba Hanna: Guru TK-nya malah pusing yaak xixixii

    Mba Santi, benul mba...

    Mba Reni, iya mba, IRT sibuk yaa.. klo saya sibuk di kasur, tidur2an sama anak2 hehe..

    ReplyDelete

Terima kasih atas komentarnya. Mohon maaf, komentar SPAM dan mengandung link hidup, akan segera dihapus ^_^